The work of art is the scream of freedom. - Christopher Lasch

3 Maret 2013

Dear, Sister


Sudah lama gak ngepost, dikarenakan fasilitas internet dirumah gak dipasang-pasang lagi. Hhh... jadilah gue ambil kuota dari hape gue, yang sebenarnya gue paling gak mau untuk urusan satu ini.

Tapi malam ini, gue sedang ingin mengepost.
Dan akhirnya, terketuklah pintu hati gue pada blog gue.
Hai blog J

Akhir-akhir ini, emang gue lagi galau abis, kaya para remaja kebanyakan. Macem-macem alesannya. Dari mulai urusan sekolah, keluarga, cinta, makanan, posisi tidur, olahraga pagi, mandi, kaus kaki, dan baju tidur.

Dan malem ini pun gue sebenernya lagi galau,
Harusnya gue ngetik sambil duduk, tengkurep, atau sambil nungging?
Jawaban akhirnya adalah telentang, menikmati angin niat gak niat dari AC jadul gue.

Malam ini, sesuai dengan isi hati gue, biarkan blog gue menjadi sendu sedikit.
Gue mau cerita tentang seseorang.
Seorang wanita hebat dalam hidup gue.
Wanita yang selalu jadi panutan gue.


Wanita ini punya nama, nama yang gue yakinkan semua temen gue kenal dengan namanya.
Nama yang hampir mirip dengan nama gue sendiri.
Yang dulu nya gue agak sebel karena kami punya nama mirip, tapi sekarang... gue bener-bener bangga...
Karena hanya dengan denger nama gue, gue pun akan teringat lagi akan sosok nya.

Dwi Prasetianty Agustriani

Nama yang cantik bukan?

Mungkin untuk mengatakan wanita, terlalu tua untuk dirinya, tapi kalau dipikir pikir... dia memang udah seharusnya menjadi seorang wanita.
Terakhir kali, gue melihat dia sebagai sesosok gadis.
Gadis tegar.
Gadis hebat.

Dia hidup 9 tahun lebih dulu dari gue. 9 tahun lebih lama dari gue. Tapi tahun ini, gue akan melewati batas hidup nya.
Dia seorang gadis keras, batu, dan tegas.
Seorang gadis yang kuat, pantang menyerah, dan memiliki harga diri yang tinggi.
Seorang gadis ramah, yang dicintai sama temen-temennya.
Seorang gadis periang, yang selalu bisa meriuhkan suasana dirumah, diantara keluarganya, dan mereka menyukai itu.
Seorang gadis setia, yang akan membuat para pria beruntung bisa memiliki dirinya.


Gue udah lupa pertama kali gue kenal dia, yang gue tau adalah, dia kakak gue.
Kami gak akur. Gak seperti orang-orang kira.
Kami selalu bertengkar. Gue cengeng, dan dia keras.
Gue manja, dan dia egois.
Gue lembek, sementara dia batu.

Kami sama sekali gak cocok. Gak ada kesamaan sama sekali.
Yang gue inget hanya pertengkaran kami.
Saat dia mengatakan dia iri dengan gue, dia tidak menginginkan kehadiran gue.
Begitu juga dengan gue, gue sama sekali gak ingin dia ada.

Tapi gue sadar, gue lah yang salah.
Mungkin memang, gue udah merenggut semua yang ia punya.
Dan dia pantas marah kepada gue.
Terutama karena keinginan gue yang terakhir.

Tapi dengan baik hatinya, ia justru mengajari gue banyak hal.
Mungkin ia tidak menyadarinya, tapi gue banyak mengambil pelajaran darinya.
Bagaimana untuk menjadi seorang wanita yang tegar dan kuat.
Bagaimana untuk menjadi seorang yang direspek.
Bagaimana untuk menghargai hidup...

Gue cuma kenal dia selama 10 tahun, itu juga udah kepotong karena gue gak punya ingatan saat gue umur 1-3 tahunan. Gue kenal dia, kira-kira cuma 7 tahun.
Waktu yang singkat untuk bisa mengenal dia lebih dalam. Waktu yang singkat, untuk melakukan banyak hal bersama.
Sekarang udah 8 tahun berlalu, ... gue sadar, gue merindukan sosoknya.
8 tahun setelah kepergiannya.
Dan sampai saat ini, gue masih bungkam...
Gue belum minta maaf padanya...

Sebenarnya gue takut. Gue malu. Benar-benar malu. Gue takut dia benci gue. Tapi yah... emang udah seharusnya dia benci gue.
Gue gak pernah bersikap baik padanya.
Dan gue bener-bener nyesel.

Dan dari 7 tahun yang gue ingat bersama nya, sekali pun gue gak pernah mengatakan kalau... gue sayang dia.
Itu hal yang paling gue sesali seumur hidup.
Pengen banget gue teriak, berharap suara gue mampu sampai ke tempatnya...
Gue pengen banget dia tau, kalau gue sayang dia...

Gue bener-bener sayang dia...

Dan seandainya Tuhan memberikan gue kesempatan untuk bertemu dengannya, ...
Pengen banget gue peluk dirinya...
Gue akan peluk dia erat, dan gak mau ngelepasin lagi.
Gue pengen dia tau kalau gue butuh dia...
Gue sayang dia...
Gue berharap dia kembali...

Tapi itu jelas gak mungkin.
Siapa pun tau itu cuma impian belaka.

Malam ini, gue mengaku, pada diri gue sendiri, juga kepada semuanya...
Gue-sayang-dia. Dan gue terlalu bodoh pernah berharap dia gak ada.

Sekarang yang bisa gue ingat cuma sedikit. Cuma beberapa bagian kecil, di akhir hidup nya. Sampai akhir, ia berusaha menjadi seorang kakak yang baik untuk gue. Dan kalau saja gue punya kesempatan waktu itu, gue pengen berterimakasih padanya...

Makasih sudah mau jadi kakak anggi...
Makasih sudah sabar punya adik seperti anggi...

Tapi ternyata gue gak punya kesempatan itu.

Selama setahun belakangan, pas dia terkena penyakit sialan itu, gue selalu bohong ke dia.
“Anggi gak tau apa-apa.” “Ba gak sakit parah, kok.”
Bohong banget.
Dan gue rasa, dia pantas marah karena itu.

Gue udah tau dari awal, ba...
Dari awal dia masuk rumah sakit, gue udah merasa firasat gak enak, yang gue sendiri gak mau mengakui nya.
Karena emang gue gak mau.
Karena emang seharusnya, itu gak perlu gue rasa...

Tapi semakin hari, dia semakin melemah, dan apa yang bisa gue lakuin buat dia?
Sampai terakhir, gue gak bisa nyenengin dia...
Janji jalan-jalan ke Dufan? Dan kenyataannya gak sempet...
Apalagi memenuhi keinginan dia pergi ke Bali...

Sampai terakhir, dia berusaha jadi kakak yang baik, sementara gue gak pernah buat dia seneng...

Apa yang gue tau tentang dirinya? Gak ada.
Gue gak tau apa makanan kesukaannya.
Gue gak tau apa minuman kesukaannya.
Gak tau warna favoritenya.
Gak tau musik favoritenya, apalagi idola favoritenya.

Gue gak tau apa apa tentang dia...

Sebagai seorang adik, gue bener-bener kelewatan. Udah seharusnya gue dihukum.

Dan malam ini, gue benar-benar merindukannya. Tiba-tiba sosoknya melintas di benak gue...
Seakan mengingatkan gue pada dosa terbesar gue.
Bahkan disaat terakhirnya,....
Gue gak mengucapkan selamat jalan padanya, mungkin karena gue masih gak mau mengakui kepergiannya juga...

Ba... anggi sayang sama ba tanti. Sayang banget.
Anggi minta maaf, harusnya dari dulu anggi bilang ke ba tanti, bukan lewat ketikan begini.
Anggi minta maaf.
Maaf...

Maaf sampai saat ini pun anggi masih belum bisa jadi seorang gadis yang ba mau.
Anggi belom bisa buat mamah dan papah senyum. Anggi belom bisa buat mas ai bangga.
Anggi masih payah. Maaf...

Maaf untuk semuanya...
Anggi punya banyak kesalahan...

Ba tanti adalah kakak terbaik, sekalipun kita cuma sebentar kenal ya, ba J

Anggi tau, Allah selalu menjaga ba Tanti di sana. Allah bener-bener sayang sama ba Tanti...
Selamat jalan, ba...
We’ll meet again. I believe that. I love you. Keep smile in there, and watch me. I promise to make you proud.




PS for everyone, love your family, friends, anybody.
Tell them what you feel while you still can say to them in person.
Make they know, if you’re reallllyyyy love them.
And please be kind with your family, or anybody...
Don’t waste them while you still have them...

Have fun with everybody, and tell your love.

Ahaha :’)
Enough, i’m cryiiiiiinnggg hahaha -_-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar